headerblog

Cara Mengatasi Trauma Psikologis

2 komentar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillah

Tentang Cara Mengatasi Trauma Psikologis

Baca judulnya udah gimana gitu ya? Menurut aku, persoalan trauma itu perlu mendapat sorotan, karena banyak yang mengalami, dan banyak yang tidak bisa mengungkapkan, namun dampak dari trauma ini sangat besar dan panjang.

Apa sih sebenarnya trauma itu?


Pengertian Trauma

Menilik dari https://kbbi.web.id/trauma.html, trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani.

Bisa dibayangkan ya, bagaimana jiwa yang tertekan, rasa sakit/ luka berat yang tidak terlihat wujudnya. 

Luka karena jatuh, kita mungkin dengan segera bisa mengobatinya, sebab, luka itu terlihat wujudnya. 

Tapi tidak dengan luka hati, apalagi yang mendalam, sampai pada akhirnya memunculkan trauma yang berimbas pada sikap kita yang bisa dibilang kurang wajar/ tidak seperti pada umumnya.

Adakah yang pernah mengalami trauma? Apakah bisa disembuhkan? Bagaimana caranya? 

Banyak pertanyaan tentunya tentang trauma ini, boleh yuuk kita kupas tuntas di tulisan aku kali ini.


Jenis Trauma

Trauma psikologis sendiri memiliki beberapa kategori, adapun penjelasannya simak di bawah ini :

  • Small T Trauma

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap suatu kejadian buruk, bergantung pada pengalaman pribadi, tingkat toleransi dalam menghadapi kesulitan, moral, dan kepercayaan.

Namun bagaimanapun, kumpulan kejadian kecil yang berdampak buruk dapat menjadi trauma bagi korban yang biasa disebut dengan “small T trauma.”

Trauma ini disebabkan oleh kejadian yang di luar kemampuan seseorang untuk menghadapinya. Kejadian tersebut tidak mengancam nyawa, namun mempengaruhi emosional dan ketidakberdayaan korban.

Contoh penyebab trauma ini adalah sebagai berikut:

  • konflik antar teman, keluarga, atau orang terdekat
  • ketidaksetiaan yang menimbulkan trust issue
  • perceraian

Mungkin ada beberapa yang mengalami kondisi demikian, dan berusaha untuk stay strong atau tetap fighting karena menganggap ini adalah musibah biasa. Namun tanpa disadari, ini adalah penyebab utama trauma.

Meskipun kejadian ini bukan kejadian yang mengancam nyawa, namun jika luka akibat kejadian tersebut terus dipendam, itu akan mempengaruhi emosi kita.

  • Large T Trauma

Jika trauma seseorang berhubungan dengan kejadian besar, seperti bencana alam, sexual assault, dan lainnya, maka trauma tersebut disebut sebagai large T trauma.

Large T trauma disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Jika kamu mengalami kejadian di atas, ketidakberdayaanmu cenderung lebih terlihat dibanding penderita small T trauma sehingga dapat dimengerti dengan mudah oleh terapis.

Penderita large T trauma merespon dengan perilaku isolasi yang lebih ekstrim dari penderita small T trauma. Seperti menghindari telepon dari petugas terkait, membuang seragam atau baju yang dipakai saat kejadian, dan menghindari keramaian.

Karena efeknya yang lebih besar, satu kejadian besar cukup untuk memberi efek trauma pada seseorang yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari, stress berat, dan perilaku isolasi yang berlangsung cukup lama.

  • PTSD (Posttraumatic stress disorder)

PTSD atau gangguan stress pascatrauma adalah gangguan kesehatan mental akibat kejadian buruk yang telah menimpa seseorang.

Penderita PTSD berarti telah didiagnosis secara official oleh DSM-5 atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders dan perlu mendapat perawatan pascatrauma.

Penderita PTSD memilik gejala yang timbul selama sebulan atau lebih, seperti berikut ini

  • Terperangkap dalam kenangan buruk. Mulai dari flashback, mimpi buruk, dan merasa stress saat teringat kejadian tersebut
  • Menghindari pemikiran dan situasi yang berhubungan dengan kejadian tersebut tanpa solusi pemulihan
  • Negative thinking, kehilangan semangat, menyalahkan diri sendiri atau orang lain
  • Bersikap agresif, sensitif, waspada berlebih, sulit fokus, dan gangguan tidur.

Nah, itu tadi tiga jenis trauma dengan masing-masing penjelasannya. Bagaimana dear, adakah yang mengalami ciri-ciri seperti diatas?

I felt it, dan aku benar-benar seperti hampir kehilangan semangat hidup kala itu. Bahkan yang fatal, aku sampai mencari buku tentang reinkarnasi, karena aku merasa ingin mengulang hidup lagi dari awal dan berharap tidak melewati part "sakit" itu.

Kejadian berawal dari beberapa tahun yang lalu, ketika aku dihadapkan pada situasi dimana aku harus menikah di usia 18 tahun, dan melahirkan di usia 19 tahun. Pernikahan yang tidak direstui keluarga, yang mengharuskan aku harus mengalami perpisahan dengan keluarga karena memilih menikah dengan ex. 

Berpisah dengan keluarga sebenarnya sudah menjadi satu hal menyakitkan yang aku rasakan, apalagi sebelumnya aku juga mengalami beberapa part sakit sebelum adanya pernikahan itu, kejadian yang tidak bisa detail aku tuang disini, namun rasa kecewa dan sakit itu ternyata berefek panjang untuk mentalku.

Sakit masih terus kualami, bahkan di dalam pernikahan dengan orang yang mau tidak mau aku pilih kala itu.

Aku tidak merasakan kenyamanan apapun berada di sampingnya, apalagi beberapa sikap dan perkataannya yang terus menyakitiku. Aku selalu dianggap seperti bukan wanita baik-baik, bukan selayaknya sebagai istri yang butuh diperhatikan, diberi kasih sayang, semangat, apresiasi, diberikan dukungan, dan sebagainya itu. 

Sakit yang tertahan, tidak ada ruang untukku bernafas, tidak ada tempat untukku berbagi kala itu dengan minimnya keimananku. Iya, aku seorang mualaf, yang kala itu belum banyak belajar tentang agama baruku. Sholat saja belum hafal bacaannya, aku hanya beridentitas Islam di KTPku namun aku sama sekali belum paham apapun tentang Islam.

Bertahan dengan kata-kata kasar, bertahan dengan kecurigaan dan kebohongan, bahkan bertahan dengan KDRT, tanpa aku bisa melakukan apa-apa.

Kala itu aku memiliki pasangan yang sama sekali tidak menaruh kepercayaan padaku. Pasangan yang selalu mencurigai apapun, dan mengganggu semua orang-orang di sekitarku. Ia mengintaiku, dan mempunyai "pemikirannya" sendiri tentangku. 

Aku hampir tidak punya ruang untuk berbicara apalagi melakukan pembelaan apapun, karena ia yakin dengan anggapannya dan tidak pernah berusaha mendengar jawabanku.

Tuduhan demi tuduhan terus saja terlontar dari mulutnya untukku dengan kata-kata yang menyakiti aku sebagai istri dan ibu dari anaknya. Namun, sekali lagi, aku seperti sendiri, tidak memiliki siapa-siapa kala itu. 

Disini, aku merasa sehancur-hancurnya, aku merasa enggan menjalani hari-hari, kalau bukan karena Allah Menitipkan satu putraku, iya anak sulungku yang kala itu baru berusia 3 tahun, mungkin aku sudah benar-benar kehilangan semangat hidup. 

Sampai pada puncaknya, Allah memberikan ujian besar pada pernikahan kami, dan kejadian itu membuatku mantap untuk memilih meninggalkan dia. Rasa sakit ini sudah mencapai titik puncaknya, hingga aku memberanikan diri untuk menyudahi semuanya, meski aku tidak tau, akan seperti apa kehidupanku selanjutnya, sedangkan saat itu, tidak ada satu orang keluargaku pun yang bisa memberikan tumpangan tempat tinggal untukku dan anakku, dan mengharuskanku untuk berpisah dengan anakku selama beberapa waktu.

Tinggal sendiri, dengan berbagai drama baru lagi yang aku alami. Part yang juga membuatku banyak belajar, dari cibiran mereka yang hanya tau namaku namun tidak dengan sebenar-benarnya hatiku, part dimana aku mengenal bagaimana seharusnya memilih laki-laki yang baik untuk mendampingiku dan anakku, yang bisa membimbingku dan menjadi imam yang baik untuk kami kelak. 

Part dimana selalu ada tangis rindu yang orang-orang tidak pernah tau, yang mereka tau aku dan segala keburukanku. Hilang sudah semua mimpi akan indahnya masa depan, yang ada hanya rasa ketakutan, bagaimana kelanjutan hidupku dan anakku.

Cibiran, penolakan, dipandang sebelah mata, direndahkan, semuanya sudah kenyang aku terima. Ternyata, itu semua menyebabkan trauma tersendiri untukku.Aku hilang kepercayaan kepada siapapun, ta terkecuali pada orang-orang terdekatku. Aku takut dengan yang namanya pernikahan, bahkan menerima undangan pernikahan teman saja, aku berpikir, koq orang berani memutuskan menikah, padahal pernikahan itu kesengsaraan.

Sebegitu besar dampak dari trauma. Namun, Alhamdulillah Allah tidak memberikanku waktu yang lama untuk menikmati part sakit itu. Dua tahun setelahnya, atas ijin Allah, Ia mempertemukan aku dengan suamiku yang sekarang. Meski penyesuaian di awal juga lumayan sulit, efek dari trauma yang aku rasakan. Alhamdulillah, kesabarannya mendampingiku, menerimaku apa adanya perlahan menyembuhkan beberapa sakit dalam batinku.

Namun, bukan berarti traumaku benar-benar sembuh/ hilang. Rasa tidak terima, rasa menyalahkan orang lain, rasa tidak percaya dengan siapapun, emosi batin yang meluap-luap itu masih ada. Lalu, sudah sembuhkah sekarang? Caranya?


Cara Mengatasi Trauma Psikologis

Nah, dari ceritaku yang lumayan panjang tersebut diatas, maapken ya kalau lumayan panjang :), bisa ditarik kesimpulan bahwa penyembuhan trauma itu membutuhkan waktu yang tidak instant.

Terutama yang paling serem adalah efeknya ngga hanya ke pasangan tapi ke anak-anak kita nantinya.

Baik, ini berdasarkan pengalaman aku ya, semoga bermanfaat.

  • Mempertebal iman

Aku sangat merasakan efek dari dekatnya kita dengan Sang Ilahi. Jadi, beberapa tahun yang lalu, aku memutuskan untuk berhijrah. Sejak itulah, aku menemukan banyak ilmu tentang Islam yang sekian lama aku ngga tau. Seperti tentang sifat Qadarullah, apa itu?

pengertian Qadarullah adalah ketetapan atau takdir Allah SWT. Qadarullah wa maa sya-a fa'ala artinya "ketentuan Allah dan apa yang dikehendaki-Nya dilakukan-Nya" atau "takdir Allah, apa yang Allah kehendaki pasti terjadi".

Jadi, sekarang apapun yang terjadi, hampir tidak ada celah untuk marah dengan keadaan apalagi menyalahkan orang lain, tetapi cukup mengatakan, ini takdir Allah. MasyaAllah bukan, ini memberikan efek sangat besar untuk batin yang sering terluka. Rasa ikhlas dan pasrah itu menenangkan sekali.

Jadi, solusi pertama adalah mendekatkan diri pada Allah, karena sejatinya Allah lah Sang Pemilik hati kita, pasti Allah yang Maha Tau tentang kita. Jadi, jadikan Allah tempat bercerita dan meminta yang pertama sebelum kepada siapapun.


  • Menemukan Tempat Nyaman Bercerita

Berbagi cerita itu bukan berarti kita tukang curhat, namun dengan membagi cerita kepada orang yang tepat, selain menjadikan kita lega, terkadang juga mendapatkan solusi. Karena memendam segala sesuatu itu juga tidak baik efeknya, tapi ingat, jangan sampai kita salah tempat bercerita ya. Nah disini juga penting untuk mencari circle pertemanan yang baik, karena sedikit banyak, ia akan mempengaruhi apa-apa yang ada pada diri kita. 


  • Konsultasi dengan ahlinya

Jika trauma psikologis yang terjadi sudah sampai pada Large T Trauma yang bisa dibilang cukup parah, kemungkinan memang membutuhkan konsultasi kepada ahlinya, atau bisa download aplikasi Riliv https://play.google.com/store/apps/details?id=nozero.apps1


Baiklah, sudah sampai di penghujung tulisan ini. Sekali lagi, ini hanya tentang berbagi bukan bermaksud mengorek luka lama atau menyudutkan siapapun. Siapa yang tau, jika kesalahan di masa lalu itu justru menjadi guru terbaik untuk memperbaiki masa depan. 

Hikmah yang bisa dipetik dari sana adalah, persiapkan pernikahan dengan matang, jangan takut menjadi jomblo, daripada harus mendekati maksiat. Pelajaran berikutnya adalah, perbaiki diri kita terlebih dahulu, agar yang datang juga InsyaAllah yang sedang memperbaiki, kan jodoh cerminan diri :). 

Sekian tulisanku ini, tentang Cara Mengatasi Trauma Psikologis. Kalau mau tau tulisanku yang lain, boleh yuk kunjungi mygalerytha.com. Semoga sedikit membantu untuk semua pembaca atau mungkin saudara, sahabat, teman yang mengalami trauma.

Jangan putus asa, tetap menumbuhkan semangat, kita tidak sendiri. Jangan lupa juga untuk tetap berbaik sangka, semangat menebar kebaikan, dan saling mendoakan kebaikan. 

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh









Related Posts

There is no other posts in this category.

2 komentar

  1. Masyaa Allah.. semoga bisa jadi pelajaran untuk kita semua ya mba dalam menjalani pernikahan bahkan kehidupan. Selalu menyertakan Allah dan apa-apa yang sudah ditakdirkan, itu berdasar kehendakNya. Jazakumullah khairan katsir ceritanya mba Etha sangat bermanfaat :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah, mbaa oktaaaa....
      Banyak sekali pelajaran yg bs dipetik dr setiap peristiwa. Allah Maha Baik mba. Wajazaakumullah khoir mba okta ❤️

      Hapus

Posting Komentar