headerblog

Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

Posting Komentar

Kesehatan Mental

Kesehatan mental rasanya masih belum terlalu diperhatikan oleh sebagian khalayak. Sama sepertiku, yang ternyata baru saja ngeh bahwa menjaga kesehatan mental itu sangatlah penting. 

Mungkin selama ini, hanya berpikir ah ngga papa koq, semua dirasa biasa-biasa saja, namun nyatanya semakin banyak merasakan luka, semakin banyak yang ngga bisa keluar, akan sangat berefek pada mental. Dan, pada akhirnya bisa berefek kepada sikap & cara pandang.


Apa itu Mental Health?


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana setiap individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri. Artinya, mereka dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat berfungsi secara produktif dan bermanfaat, dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitas mereka.


Namun, sering kali, istilah kesehatan mental secara keliru digunakan sebagai ungkapan pengganti untuk masalah kesehatan mental, yang terkait dengan depresi, gangguan kecemasan, skizofrenia, dan lain-lain. Padahal sebenarnya kesehatan mental tidak sama dengan masalah kesehatan mental.


Masalah kesehatan mental adalah serangkaian kondisi yang berdampak pada kesehatan mental. Ini adalah kondisi yang mengganggu suasana hati kita, perilaku, pemikiran atau cara seseorang berinteraksi dengan orang lain. Kondisi ini bisa ringan, sedang, dan berat; dan ditentukan berdasarkan seberapa jauh dampaknya terhadap fungsi harian seseorang.


Pentingkah Menjaga Kesehatan Mental?


Kesehatan mental yang sehat dan positif itu ternyata penting untuk dimiliki, karena hal itu memungkinkan orang untuk bekerja secara produktif. Ini termasuk memberikan kontribusi yang berarti bagi komunitas kita, mewujudkan potensi kita sepenuhnya dan memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup.


Pentingnya kesehatan mental digaungkan oleh WHO melalui definisi kesehatan mereka yang menyatakan: “Kesehatan adalah keadaan fisik, mental, dan sosial yang lengkap dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.”

‍Beberapa penelitian juga menemukan bahwa kesehatan mental positif tidak tergantung pada kondisi mental atau penyakit. Orang yang memiliki penyakit mental masih mungkin memiliki tingkat kesehatan mental positif yang berbeda dan orang yang tidak sakit mental mungkin kekurangan kesehatan mental positif.


Nah, banyak cara nih dear untuk tetap menjaga kesehatan mental yang positif, seperti cukup tidur, memiliki ketrampilan untuk menghadapinya, aktif secara fisik, dan lain-lain. 


Hal Apa Saja yang Dapat Mempengaruhi Kesehatan Mental?


Kesehatan mental dapat dipengaruhi dari beberapa faktor, diantaranya adalah hubungan keluarga/ teman, fungsi fisiologis, faktor sosial, pekerjaan, gaya hidup, bahkan bisa dari faktor genetika.


Infeksi perinatal (infeksi yang terjadi pada ibu hamil yang dapat ditransmisikan kepada janin pada saat kehamilan, pada persalinan melalui jalan lahir dan pascasalin melalui air susu ibu) dan juga stress bisa juga menjadi faktor penyebab masalah kesehatan mental.


Walaupun keterkaitan faktor-faktor ini (positif dan negatif) bisa menjadi rumit, dapat dipastikan bahwa kombinasi dari faktor-faktor yang dialami selama masa kanak-kanak dan remaja meningkatkan risiko munculnya masalah kesehatan mental.


Jangan Takut Berkonsultasi Pada Ahlinya


Sedikit sharing, aku mengalami sendiri, setelah 35 tahun ngga pernah peduli dengan yang namanya kesehatan mental. Qadarullah aku dihadapkan pada situasi yang membuat hati tiba-tiba down, sampai pada tahap menangis tersedu-sedu di kamar, ngga mau diganggu. Bahkan tidak sanggup bertemu banyak orang, membuka sosial media saja berat, walaupun hanya untuk sekedar membalas pesan, kecuali pesan dari suami. Bahkan ingin mundur dari segala bentuk komunitas.


Kemudian Alhamdulillah Allah pertemukan dengan salah seorang teman yang menyadarkanku bahwa "konsultasi kepada psikolog" itu bukan hal yang tabu. Justru, memang sudah seharusnya mengadukan kepada yang memang berkompeten pada bidangnya. 


Akhirnya, konsultasi pun berhenti karena terkendala jarak. Tetapi, Allah membuka jalan lain dengan mempertemukan aku pada salah seorang ummahat yang jaraknya lebih dekat. Memulai akad pertemuan, dan Alhamdulilah Allah Mudahkan. 


MasyaAllah, membuka obrolan dengan tangisan, meluapkan semua yang pernah aku alami dari kecil hingga dewasa. Luka-luka yang mungkin tidak disengaja oleh mereka, atau siapapun yang pada akhirnya membuat aku memiliki banyak trauma. Hati dan pikiran yang saat itu penuh, Alhamdulillah sedikit longgar. Apalagi, didengarkan oleh seorang yang memang berkenan mendengarkan cerita kita dengan baik.


Hingga pada akhirnya, aku diberikan terapi yang MasyaAllah, bukan sembarang terapi, bukan berupa obat-obatan yang diminum. Namun obat hati yang mintanya langsung kepada Sang penguasa langit dan bumi.


Kala itu, aku sempat berpikir. Lebay banget ya, sampe harus konsul ke psikolog. Namun, ternyata setelahnya, aku pun mendapati problematika pada orang lain yang juga dicurhatkan padaku, dan mereka pun sama. Mereka ada pada tahap yang sama, menangis tanpa sebab, bahkan ada yang hingga memukuli kepala, dan mengguntingi rambutnya. 


Subhanallah, kita tidak pernah tau ujian dalam bentuk apa dan bagaimana yang Allah berikan. Dan, bagaimana kondisi mental kita ketika dihadapkan pada ujian tersebut. Usahakan untuk tidak menghardik, bahwa mereka yang meluapkan rasanya dengan cara yang tidak biasa itu berarti kurang iman. Astaghfirullah, jangan sampai mudah sekali merendahkan orang lain. 


Seperti yang aku sampaikan pada tulisanku sebelumnya yang bertemakan curhat. Bahwa setiap orang berbeda dalam menerima ujian, menerima ucapan orang lain. Sebab bisa jadi, ia mengalami banyak perlakuan kurang baik selama hidupnya. Inner child, luka batin, luka fisik, pengalaman buruk, dan lain-lain yang pada akhirnya mengganggu kesehatan mental, serta berpotensi pada kerapuhan hatinya, kesensitif'an, dan lain-lain.


Mari Berusaha Menjaga Kesehatan Mental Diri Sendiri dan Orang Lain


Setiap manusia tempatnya salah, tempatnya kurang, tempatnya lemah. Terkadang kita merasa, mengapa mereka melukai hati ini, padahal bisa jadi, kita pun penyebab luka mereka.


Rasanya ingin menyebut nama, namun belum ijin dengan orangnya, apalagi beliau memiliki cita-cita indah yang tidak ingin dikenal, tidak ingin bantuannya diketahui banyak orang, MasyaAllah…Barakallah ya mba… jazaakillah khoir.


Dari terapi beliau aku perlahan membaik, meski tidak mudah. Dan, memang segala sesuatu itu tidak bisa instant, harus sabar dengan prosesnya. Namun, dari terapi itu aku menyadari banyak hal, yang pada akhirnya, aku kembali bangkit, mengingat orang-orang yang aku cintai, dan mencintaiku, yang masih membutuhkan raga & rasaku yang sehat. 


Terpuruk hingga takut bertemu banyak orang, takut mendatangi tempat-tempat yang berpotensi mengorek luka itu kembali. Ini seperti kontras dengan aku yang dulu, yang pemberani, yang kuat melawan siapapun dan apapun yang melukaiku (Astaghfirullah, kaya superhero aja). 


Mungkin, karena dulu yang diketahui hanyalah tentang aku harus kuat, aku harus bertahan, aku harus melawan, tanpa tau apa yang dilakukan itu tepat dengan syari'at agama atau tidak. Dan sekarang, mungkin lebih pada berhati-hati mengenai lisan, hati, dan lain-lain, meski ya masih sering tergelincir, karena kembali lagi, manusia tempatnya salah. 


Satu cerita yang menjadi pembangkit semangatku pula, yaitu iba-tiba sahabat yang sekian tahun terpisah, datang dan kembali Allah berikan kesempatan bertemu, bertukar cerita.


Teman SMA, sosoknya yang introvert, kontras sekali denganku dulu yang suka berpetualang dan memiliki banyak teman. Hampir setiap hari Sabtu, dia selalu berkunjung & menginap di rumah. Kami sangat dekat, dan ketika terpisah jarak dan lost contact, aku sempat kepikiran berkunjung ke rumahnya, tapi Qadarullah, saking sibuknya diriku, haha, belum kesampaian. Dan ternyata, ia pun memiliki keinginan yang sama, mencariku di media sosial, berharap kembali bisa berkontak denganku. 


Kesehatan Mental


Alhamdulillah, Allah Mengabulkan. Part yang membuat hatiku bergetar ketika dia memintaku untuk menemaninya, meski sebentar saja ketika dia butuh teman bicara. Dia yang sampai detik ini masih menutup pertemanan dan masih bertahan memilihku menjadi sahabat satu-satunya. Seketika, aku menangis, aku bersyukur, apalagi ketika tiba-tiba ia mengungkapkan niatnya untuk memakai kerudung ketika keluar rumah. MasyaAllah, rasanya luar biasa bersyukur dan bahagia. Semoga Allah jaga keimanan kami. Aamiin.


Tulisan ini masih nyambung dengan tulisanku yang kuunggah 2 hari yang lalu, tentang teman curhat terbaik.

Bahwa membuka kesempatan memberi tempat curhat itu sangat berarti untuk mereka yang memang membutuhkan teman bicara. 

Karena, ternyata banyak orang yang tidak berani bercerita, karena mungkin belum menemukan teman bicara yang tepat. Mungkin banyak pula yang memendam lara, hingga berakhir sengsara, bahkan duka. 


Mari saling peduli dan lebih aware terhadap kesehatan mental…


Sekian. Semoga bermanfaat..


Related Posts

Posting Komentar